Jumat, 04 Juli 2008

NYOBIAN AH!


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gerakan Syariat Islam di Indonesia adalah fakta sosial yang penting untuk diteliti. Setelah kejatuhan Soeharto tahun 1998 , terjadi kebangkitan agama dalam konteks gerakan sosial. Hal ini ditandai dengan meningkatnya dedikasi pemeluk agama terhadap ajaran agamanya . Sebagai bukti, sebagian kalangan umat Islam memberikan alternatif sebuah bentuk konstitusi–berlandaskan ajaran agama, yang diharapkan dapat dijadikan obat mujarab atas berbagai masalah yang dihadapi bangsa. Salah satunya adalah kelompok yang berkeinginan untuk menjadikan Syariat Islam sebagai azas berbangsa dan bernegara.
Tetapi kecenderungan demikian tidaklah seragam. Karena ketika berbicara mengenai hubungan antara agama (Islam) dan negara, paling tidak ada tiga aliran berkaitan dengan hal ini. Pertama, kelompok yang berpendirian bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan termasuk bernegara . Kedua, aliran yang berpendirian bahwa Islam tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan . Sedangkan aliran terakhir menolak pendapat aliran kesatu dan kedua. Mereka berpendapat bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan yang jelas, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan negara. 
Dalam konteks keindonesiaan, ketiga aliran di atas sangat berpengaruh. Sehingga dari interen Islam sendiri muncul golongan yang menolak penerapan Syariat tersebut sebagai konstitusi. Jadi, perbedaan paham berasal dari rahim yang sama, yaitu tradisi Islam. Perbedaan ini berasal dari kerangka berpikir di atas. Golongan yang terindikasi kelompok pertama berpendapat bahwa penerapan Syariat Islam dalam bernegara adalah sebuah kewajiban, karena landasan hukumnya terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah. Konsekwensinya, karena mereka yakin bahwa Syariat Islam adalah kewajiban dari Allah maka keberhasilan dalam mengatur masyarakatpun terjamin. Di sisi lain, golongan yang menolak menjadikan Syariat Islam sebagai konstitusi mempunyai beberapa argumen. Salah satunya: bahwa yang dimaksud penerapan Syariat Islam sendiri batasannya belum jelas. Seperti yang dikemukakan Muhammad Said al-Asymawi :
…suatu kali, slogan itu (Syariat Islam) bermakna perangkat hukum-hukum agama seperti ibadah. Di lain kesempatan, syariat dimaksudkan sebagai sebuah sistem yang islami. Pada lain waktu, syariat juga berarti hukum-hukum syariat yang berkenaan dengan persoalan muamalah, sebagaimana termuat dalam Al-Quran dan Sunnah. Kadang kala yang dimaksudkan juga opini, hukum, ataupun fatwa yang terangkum dalam khazanah fikih Islam.

Argumen penolakan lain, mengkhawatirkan jika penerapan Syariat Islam hanya lips service, yakni jargon hebat semata. Sedangkan tujuan utama dari sebuah kostitusi yaitu kemaslahatan publik tidak tercapai. Kenyataan empiris menjadi landasan pemikiran ini. Beberapa negara yang mayoritas memeluk Islam kemudian menjadikan Syariat Islam sebagai konstitusi, ternyata tidak berhasil mewujudkan kemaslahatan publik. 
Pergumulan Syariat Islam di Indonesia mempunyai akar sejarah yang cukup panjang sejak masa awal kemerdekaan. B.J. Boland berpendapat, sebagaimana dikutip Azra, bahwa para pendiri bangsa dari kalangan elite Islam berjuang sekuat tenaga untuk memasukkan sebuah frase dalam pembukaan UUD 1945, yang mewajibkan penduduk beragama Islam Islam untuk senantiasa menjalankan kewajiban agama mereka. Hal inilah yang dikenal dengan Piagam Jakarta, yang diyakini dapat memberi dasar konstitusional bagi penerapan Syariat Islam di Indonesia. Usaha tersebut tidak berhasil karena tekanan dari pihak non muslim dan nasionalis sekuler. 
Kekecewaan akibat kegagalan Piagam Jakarta berdampak mendalam pada beberapa golongan umat Islam. Adalah S.M Kartosuwirjo mantan wakil ketua PSII, pada bulan Agustus 1949 memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia. Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam pada masa perang. Dalam Mukaddimah Konstitusi Negara Islam Indonesia dijelaskan antara lain, bahwa umat Islam Indonesia akan melanjutkan revolusi setelah mendirikan sebuah Negara Islam yang berdaulat, yaitu sebuah “Kerajaan Allah di dunia”. Walaupun pada akhirnya gerakan ini ditumpas oleh pemerintah karena dianggap sebagai pemberontak. Tetapi semangat menerapkan Syariat Islam–lebih jauh mendirikan Negara Islam ini masih tetap ada, walaupun eksistensi DI/TII secara struktural sudah musnah pada tahun 1962 
Pejuang Syariat Islam selanjutnya adalah Partai Masyumi . Partai ini merupakan afiliasi berbagai organisasi Islam di Indonesia pada masa awal kemerdekaan. Partai ini pula yang memperjuangkan kembali Piagam Jakarta pada arena legislatif selama empat tahun di dewan konstituante, walaupun akhirnya dikandaskan oleh Dekrit Presiden 5 juli 1959. Setelah Masyumi membubarkan diri tahun 1960, gaung Piagam Jakarta semakin melemah pada masa Orde baru. Pada masa ini telah terjadi –apa yang disebut oleh Rusli Karim sebagai “peminggiran Islam politik”. Orde Baru di bawah kendali Soeharto telah meminggirkan Islam politik. Melalui penerapan asas tunggal Pancasila, partai-partai Islam berfusi pada satu partai, Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Inilah di antara salah satu bentuk peminggiran tersebut. Pada saat yang sama dikenal pula periode Antagonis dan Simbiosis yang merupakan analisis Thaba mengenai politik Orde Baru terhadap Islam 
Pada masa reformasi, kesempatan memperjuangkan Syariat Islam terbuka kembali. Kesempatan ini bisa dianalisa dari fenomena yang terjadi; berdirinya partai politik Islam, banyaknya tuntutan daerah untuk menerapkan formalisasi Syariat, munculnya kelompok muslim garis keras (seperti Laskar Jihad, Front Pembela Islam). Namun demikian, tetap saja “cerita lama” terus terjadi. Perjuangan Piagam Jakarta dalam proses amandemen UUD 1945 menuai pro dan kontra. Dua partai Islam, Partai Bulan Bintang dan Partai Persatuan Pembangunan yang mengusung amandemen ini, gagal memasukkan kembali tujuh kata ke dalam UUD 1945.
Masih terjadinya silang pendapat antara pihak pro dan kontra mengenai penerapan Syariat Islam di Indonesia, cukup menyita waktu umat Islam sendiri. Terbukti dengan terjadinya perang opini di media massa, serta diskusi-diskusi di berbagai forum. Namun di daerah tertentu seperti Nanggroe Aceh Darussalam penerapan Syariat Islam mendapatkan hasil . Begitu pula dengan Cianjur, perdebatan pro kontra Syariat Islam seakan tidak terjadi; tanpa banyak berdebat panjang. Di kota santri tersebut telah terjadi konsensus umat Islam untuk menerapkan Syariat Islam. Sebagaimana akan terlihat dalam pembahasan skripsi lebih lanjut. 
Tahun 2001 merupakan tahun yang bersejarah bagi kabupaten Cianjur. Karena pada tahun tersebut, wilayah selatan Jawa Barat ini resmi memproklamirkan diri sebagai wilayah yang menerapkan Syariat Islam dalam tatanan kehidupan masyarakat. Kota yang dijuluki “kota santri” ini merupakan pionir pelaksana Syariat Islam di Indonesia bersama dengan daerah NAD (Nanggroe Aceh Darusslam). Adapun slogan yang diusung oleh umat Islam Cianjur adalah Gerbang Marhamah (Gerakan Pembangunan Masyarakat Berakhlakul Karimah). 
Proses penerapan Syariat Islam di Cianjur ini, jika di analisis secara historis- sosiologis, maka akan nampak bahwa penerapan syariat Islam ini tidak jadi seketika. Karakteristik keagamaan masyarakat Islam Cianjur, kebijakan otonomi daerah dan gelombang reformasi yang sedang bergulir berpengaruh terhadap ide penerapan Syariat Islam ini adalah di antara faktor yang mendukung proses tersebut. 
Walaupun mendapat tantangan dari kalangan ulama dan intelektual di Indonesia, tetapi agenda penerapan Syariat Islam terus bergulir. Kalangan elite Ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah misalnya, tidak menyetujui ide penerapan Syariat Islam . Tetapi lain halnya yang terjadi di tingkat daerah--khususnya di Cianjur--para pemimpin Ormas Islam ini melakukan ijtihad politik. Yaitu dengan ikut andil dalam ikrar bersama umat Islam Cianjur. Pada pertemuan ini dibacakan ikrar kesetiaan ormas Islam untuk melaksanakan Syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari dan menuntut pihak pemerintah agar bersungguh-sungguh menerima, mengkaji, menerapkan mengembangkan dan melaksanakan Syariat Islam, agar terwujud Cianjur Sugih Mukti Tur Islami.
Keadaan ini menarik untuk dikaji, Cianjur (selain Garut dan Tasikmalaya) dalam catatan sejarah merupakan daerah DI/TII pimpinan Karto Suwiryo; yang mempunyai tujuan memformalkan Syariat Islam dalam bentuk Negara Islam Indonesia. Semangat ini masih ada walaupun eksistensi DI/TII secara struktur sudah musnah (tahun 1962). Apakah penerapan Syariat Islam ini merupakan cita-cita lama? Sehingga isu penerapan syariat Islam itu ketika digulirkan langsung diterima masyarakat.
 Penerapan Syariat Islam ini telah berjalan selama 5 tahun (2001-2005). Tentunya, telah banyak program dan rencana pembangunan masyarakat yang telah terlaksana. Sebagaimana yang tersurat dalam rencana strategis pembentukan masyarakat Cianjur yang islami periode 2001-2005 adalah masa pembinaan keimanan masyarakat Cianjur. Aspek yang dibina pada periode ini adalah aspek tauhid (aqidah), pembinaan akhlak dan pendidikaan pengkaderan. Karena itu pada rentang waktu itulah kajian skripsi ini difokuskan.  
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
Keadaan di lapangan mencerminkan sebuah fakta, bahwa telah terjadi sebuah konsensus pada masyarakat muslim Cianjur untuk menerapkan “Syariat Islam”. Tapi apakah memang demikian? Adakah yang menolak? Seperti yang terjadi pada kancah nasional, terjadi perdebatan panjang antara kelompok pro Syariat Islam dan yang menolak Syariat Islam.
Latar belakang yang penulis sampaikan di atas merupakan “journey imagination” sesaat, yang penulis pikir kalau ini diteruskan tak akan ada habisnya. Sehingga untuk memungkinkan penelitian ini dapat dilakukan haruslah ada pembatasan masalah mengenai hal-hal pokok yang amat krusial tersebut untuk dikaji.
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, dititikberatkan pada masalah bagaimana proses penerapan Syariat Islam dilihat dari perspektif sejarah. Penulis berusaha menggunakan metodologi sejarah sebagaimana yang digunakan Sartono Kartodirdjo dalam mengkaji Pemberontakan Petani Banten 1888. Tegasnya tidak langsung menyorot pada peristiwa inti --yaitu kesepakatan dalam bentuk Ikrar bersama umat Islam-- tetapi dicari berbagai faktor pemicu sebagai latar belakangnya. Karena itu ketika membicarakan proses penerapan Syariat Islam, maka akan muncul beberapa permasalahan, yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Faktor Penyebab (Sosial, Budaya, Ekonomi Dan Politik)
2. Proses Terjadinya (Kronologis Peristiwa)
3. Implementasi Di Masyarakat (Program, Perangkat Pendukung, LPPI)
4. Bentuk Implementasi Mencontoh Daerah Mana
5. Visi dan misi penerapan Syariat islam 
6. Implikasi Bagi Kehidupan Masyarakat
7. Respon Masyarakat
Agar pembahasan penelitian ini tidak meluas, maka penulis membatasi permasalahan sebagai arahan untuk penjabaran fenomena di atas. Akhirnya diperoleh pertanyaan-pertanyaan pokok sebagai berikut:
1. Apa Faktor Penyebab Bergulirnya Penerapan Syariat Islam Di Cianjur?
2. Bagaimana Proses Penerapan Syariat Islam Tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Secara praktis tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sebuah hasil karya tulis (skripsi) sebagai syarat memperoleh gelar S.Hum (Sarjana Humaniora) pada Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan dalam penelitian ini secara sientifik, pertama, karena sampai saat ini belum ada hasil penelitian yang komprehensif mengenai tema Islam di tanah pasundan. Kalaupun ada, hanya merupakan bagian kecil dalam konteks studi yang lebih luas. Kedua, penelitian ini merupakan sejarah lokal kontemporer yang sangat jarang dikaji oleh para sejarawan. Oleh karena itu, kajian ini memiliki arti penting dalam rangka memperkaya khazanah historiografi Indonesia, khususnya sejarah lokal atau sejarah kota.
Selain memiliki tujuan di atas juga dimaksudkan agar:
1. Diketahuinya faktor penyebab bergulirnya penerapan Syariat Islam di Cianjur.
2. Diketahuinya bagaimana Syariat Islam tersebut diterapkan oleh Pemda.
3. Diketahuinya implikasi di masyarakat atas penerapan Syariat Islam.

D. Metode Penelitian dan Penulisan
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan metode sejarah, dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1. Pengumpulan data, yaitu penulis mencari sumber-sumber yang terkait dengan pembahasan skripsi ini, baik sumber primer maupun sumber sekunder. Proses ini dilaksanakan dengan metode pengunaan bahan dokumen. Metode ini dapat digunakan karena ditemukannya sumber-sumber tertulis yang memberikan informasi mengenai penerapan Syariat Islam di Cianjur. Sumber primer berasal dari arsip Pemda Cianjur, koran lokal, dan dokumen-dokumen instansi penerapan Syariat Islam. Sedangkan sumber sekunder berupa beberapa tulisan sejaman yang menanggapi penerapan Syariat Islam di Cianjur.
  Masih mengenai langkah pengumpulan data, observasi lapangan dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepada tokoh-tokoh sejaman (saksi mata) dengan peristiwa penerapan Syariat Islam. Dalam hal ini, metode yang digunakan adalah berupa sejarah lisan. Metode sejarah lisan ini dipergunakan sebagai metode pelengkap terhadap bahan dokumenter. 
2. Klasifikasi data, yaitu data-data yang diperoleh diklasifikasikan berdasarkan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Setelah sebelumnya dilakukan kritik sumber baik kritik ekstern (untuk menguji keotentikan data) dan kritik intern (untuk menguji kevaliditasan sumber).
3. Analisa data. Setelah memperoleh data-data tersebut, kemudian penulis menganalisa data-data itu dengan menggunakan pendekatan sejarah multidimensional, yaitu menganalisa data dengan melihat aspek sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan yang berkembang pada saat penerapan Syariat Islam di proklamirkan. Setelah dilakukan analisa data, penulis menuliskannya dengan metode deskripsi. Disini penulis mencoba menggambarkan situasi ketika dan setelah Syariat Islam diproklamirkan.
4. Historiografi, yaitu penulisan hasil penelitian dengan memperhatikan aspek-aspek kronologis.
Teknik penulisan Skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi” UIN Jakarta Presss, Jakarta: 2002

E. Survey Pustaka
Setelah penulis melakukan tinjauan pustaka secara intensif, dapat ditemukan beberapa buku/tulisan yang mengangkat tema Syariat Islam di Indonesia yaitu, antara lain:
Implementasi “Syariat Islam” di Cianjur: Studi tentang Gerakan Pembangunan Masyarakat Barakhklakul Karimah (Gerbang Marhamah). 

Tulisan ini merupakan Tesis Magister Sains program Sosiologi. Inti kajian ini sebagaimana dijelaskan penulisnya, difokuskan pada proses “Implementasi Syariat Islam di Cianjur” di dalam konteks Sosial politik. Bahwa penerapan Syariat Islam di Cianjur adalah sebuah gerakan pembangunan masyarakat Cianjur yang berorientasi pada nilai-nilai Islam. Agar tidak terkesan bertentangan dengan konsep negera NKRI maka penerapan Syariat Islam ini dikemas dalam bentuk pembangunan budi pekerti yang baik yaitu, Gerakan Pembangunan Masyarakat Berakhklakul Karimah (Gerbang Marhamah).
Gerbang Marhamah merupakan bentuk implementasi Syariat Islam di Cianjur. Penelitian ini mencoba memahami bagaimana sesungguhnya penerapan Syariat Islam yang dikemas dalam Gerakan Pembangunan Masyarakat Barakhklakul Karimah (Gerbang Marhamah). Dalam tesis ini juga dijelaskan tentang analisis atas Gerbang Marhamah serta persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan Syariat Islam. Pada akhir tulisannya, Tasman berkesimpulan bahwa secara sosial politik, penerapan Syariat Islam di Cianjur menunjukkan lemahnya kontrol negara terhadap sistem yang menyimpang (Syariat Islam) yang bisa mengancam keutuhan sistem secara keseluruhan (UUD 1945 dan Pancasila).
Politik Syariat Islam dari Indonesia Sampai Nigeria 
Buku ini memberikan informasi yang cukup lengkap mengenai isu penerapan Syariat Islam. Mulai dari penjelasan mengenai Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam, kemudian dilanjutkan membahas isu penerapan Syariat Islam di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Cianjur. Deskripsi beberapa negara yang menerapkan Syariat Islam di Asia dan Afrika. Serta menjabarkan beberapa problem yang dihadapi ketika menerapkan Syariat Islam.

Revitalisasi Syariat Islam di NAD , 
 Karya Rusdji Ali Muhammad ini merupakan gambaran lengkap mengenai penerapan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam. Buku setebal 353 halaman ini berisi deskripsi dan analisis penulis sekitar problem, solusi dan implementasi Syariat Islam. Buku ini bersifat lokal, yaitu mengkaji Nanggroe Aceh Darussalam.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini dibagi ke dalam lima bab. Adapun urutannya sebagai berikut: bab Pendahuluan, Pembahasan Materi yang terdiri dari tiga bab, dan diakhiri dengan bab Kesimpulan. 
Bab pertama, pendahuluan berisi latar belakang masalah yang merupakan dasar-dasar pemikiran terhadap permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Misalnya identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan penulisan, survei pustaka dan terakhir sistematika penulisan.
Pada bab dua, membahas tentang selayang pandang kota Cianjur yang terkenal dengan sebutan kota santri. pembahasan meliputi; fisiografi kota Cianjur, kondisi politik, sosial- budaya masyarakat Cianjur, masuknya Islam di Cianjur, serta perkembangan Islam di Cianjur.
Bab tiga, merupakan bahasan mengenai kerangka teoritis Syariat Islam. Hal ini mencakup pengertian, ruang lingkup dan tujuan Syariat Islam. Penulis juga membahas diskursus tentang Syariat Islam di Indonesia. Aspek bahasan selanjutnya adalah isu penerapan Syariat Islam di Cianjur. Pembahasan ketiga aspek tersebut penting kiranya karena dapat memberikan gambaran awal untuk pembahasan selanjutnya, tentang Syariat Islam di Cianjur.
Selanjutnya, pada bab empat, adalah inti skripsi. Penulis menjelaskan bagaimana sesungguhnya penerapan Syariat Islam di Cianjur. Bab ini dilengkapi dengan beberapa sub bab; antara lain: ikrar bersama umat Islam Cianjur, konsep Gerbang Marhamah, keberadaan LPPI (Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Islam) dan SILMUI (Silaturahmi dan Musyawarah Umat Islam).
Bagian terakhir, yaitu bab lima, merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran bagi studi lanjutan disertai dengan daftar pustaka. 

2 komentar:

  1. adalah sebuah gerakan pembangunan masyarakat Cianjur yang berorientasi pada nilai-nilai Islam.

    BalasHapus
  2. sebuah kewajiban, karena landasan hukumnya terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah. Konsekwensinya, karena mereka yakin bahwa Syariat Islam adalah kewajiban dari Allah maka keberhasilan dalam mengatur masyarakatpun terjamin.

    BalasHapus

silahkan berikan komentar atau jawaban di sini!